Pertama kali menginjakkan kaki di nagari
Yogyakarta, ada cerita lucu, berangkat dari mojokerto sekitar jam 11 malam,
sampai jogja jam jam 3 pagi. Setelah datang sebenarnya udaj ada janji sama
kakak sepupu, tapi apa daya dia ketiduran dan juga hapequ cdma jadinya gak bisa
dipakai ketika sampai dijogja lengkap sudah ujian di pagi petang ini. terpaksa
tidur dibawah jembatan janti, menunggu fajar dan subuh tiba. Stelah terdengar
suara kakek-kakek tua mengumandangkan adzan yang kurang begitu nyaring
bunyinya, aku mencoba mengikuti asal arah suara yang meliuk-liuk cempreng
tersebut. Inilah realita, ketika yang muda sudah lupa akan tanggung jawabnya
mengemban tugas menggantikan tugas poara tetua, atau malah sebaliknya yang
tua-tua malah tidak sadar diri dan tidak mau digantikan oleh yang muda, mereka
merasa masih kuta dan ingin terus tetap berjaya.
Kesan pertama memandang jogja seakan sangat asing,
tapi inilah dunia baruku yang akan kuarungi. Saat itu ketika SMA aq masih ingat
betul, rekreasi ke jOGJA aku sudah daftar tapi pas hari terakhir pelunasan
pembayaran aku tidak bisa bayar, karena aku dan orang tua lagi tidaka ada duit
sama sekali, kecewa tapi mau gimana lagi, saat itu aku bicara pada diriku
sendiri aku pasti bisa menginjakkan kaki dijogja. Sebuah kekecewaan yang
menjadikanku semangat untuk pergi ke jogja. Ternyata jogja tak sindah di TV yang
selama ini aku liat, tak lebh seperti kota-kota lain tapi kelebihan jogja yakni
memiliki situs kerajaan yang masih hidup dan dilestarikan, inilah yang
menjadikan jogja berbeda.
Jogja lagi jogja lagi, sebenarnya sedikit bosan
denger kata-kata itu tapi yainilah kota dan rumah keduaku setelah mojokerto.
0 komentar:
Posting Komentar